Terik mentari yang menembus awan-awan putih bagaikan anak panah yang jatuh ke bumi,menyinari semua kehidupan di bumi tanpa terkecuali. Nurani embun pagi dengan ramah menyambut pagi yang indah,membawa kedamaian bagi setiap makhluknya,namun tidak bagiku.
Deru kendaraan bermotor dipagi hari yang memekik ditelinga dan asap-asap knalpot yang menyingkirkan angin-angin sejuk membuat kerutan didahiku dan amarah yang meledak-ledak didalam jiwaku yang sedari tadi berdiri mematung bagaikan patung liberty hendak menyetop bus.
"Sial! Sial! Mana nih tiger?!!!" Rutukku tak tertahankan saat menanti kendaraan yang biasa kugunakan ke sekolah. "Kalau gak ada tiga prapat,angkot kek!" Amarahku kembali meledak-ledak. Sudah dari jam enam pagi aku berdiri disini bersama ayahku yang seperti biasa tidak akan kembali sebelum memastikan kalau aku sudah naik,berhubung aku masih kelas 8 SMP dan jarak SMPku cukup jauh. "Neng,gak bakal ada mobil! Pada demo sopirnya! Angkot,tiger,semuanya deh." Ucap seorang bapak yang kebetulan lewat. Aku tercengang mendengarnya,bayangkan saja! Hari ini hari Seni,dan giliran kelas 8 yang melaksanakan upacara bendera,belum lagi kepala sekolah yang sudah siaga digerbang dan siap memberikan hukuman pada kami yang terlambat. "Wah,kalau begitu ayah ngambil mobil dulu ya,kak. Gak bakal beres begini mah." Kata ayahku sambil menstarter motornya dan hendak kembali ke rumah untuk mengambil mobil.
Bersamaan dengan itu muncullah gadis berbaju seragam putih biru datang menghampiriku. "Lho? Belum naik? Kirai udah berangkat?" Tanya gadis bernama Tiwi itu. "Belum Tiw,gak ada mobil,pada demo,telat deh!" Jawabku ketus. "Hah? Demo? Kesiangan dong! Haduh mana si bapak udah pergi lagi!!" Ratapnya.
Setelah menunggu cukup lama,akhirnya sebuah mobil carry merah jadul dan mencolok muncul,itulah ayahku,bersama si 'merah' mobil kami. Aku dan Tiwi yang sudah lesu menunggu,langsung segar kembali. "Ayo naik! Tiwi juga ikut saja!" Ajak ayahku. Hatiku terasa lega kembali. Namun,masalah sebenarnya baru akan dimulai. Barisan bus dan angkutan umum memblokade jalan raya. Membuat aku dan Tiwi terpaksa menerjang barisan-barisan kokoh yang menghalangi jalan untuk si merah. Kami berjalan setengah berlari dari pom bensin Kali *l* sampai SMPN * CIKARANG UTARA tempatku bersekolah.
Berbalapan dengan anak-anak dari kelas unggulan yang juga ikut bermaraton. Hatiku sedikit terhibur melihat anak kelas unggulan yang biasanya selalu naik jemputan dan pasang stay cool padahal gak cool malah jadi kayak es krim cool-cool itu,megap-megap gak puguh karena terus bermaraton. Ya,aku tertawa diatas penderitaan...dalam hal ini kami semua,karena aku juga ikut menderita.
Dan akhirnya aku dan yang lainnya sampai di sebuah bangunan nan hijau,dengan setengah sadar tepat sebelum gerbang tertutup. Dan didepan sana,hal melelahkan lain sudah menunggu. "Bagi para siswa kelas 8 harap segera memasuki lapangan,sedangkan siswa kelas 9 dan 7,merapat ke masjid dan melaksanakan shalat dhuha!" "Hah..hah...hah.. Ampun deh!" Rutukku lagi. Tapi,bagiku itu tetap menyenangkan! Hehe..
Kamis, 05 Mei 2011
Selasa, 03 Mei 2011
Ketika Kau Pergi
Basah..Semuanya basah seperti hari itu...
Gelap..Semuanya gelap...seperti saat kau pergi..
Butiran beban langit jatuh membasahi seluruh tubuhku..layaknya tangisan yang mewakili hatiku..
Petir menyambar layaknya pedang yang menusuk jantungku,yang memisahkan aku darimu..
Tak ada yang memahami diriku..karenanya aku selalu merasa hampa..Tapi saat itu aku melihatmu..sebagai cahaya yang terus membimbingku. Aku selalu melihatmu..setiap aku melihatmu seakan kepalaku yang selalu tertunduk terangkat, rasanya tanganku yang selalu menciptakan kegagalan terasa hangat..di sampingmu aku hidup.
Tapi saat kau pergi cahaya itu hilang..kehangatan itu hilang..seperti kau yang meninggalkan diriku dan tak pernah kembali. Yang tersisa hanya gelap..cahaya itu memudar..aku tak dapat merasakan lagi kehangatan itu.. Tidak lagi..
Gelap..Semuanya gelap...seperti saat kau pergi..
Butiran beban langit jatuh membasahi seluruh tubuhku..layaknya tangisan yang mewakili hatiku..
Petir menyambar layaknya pedang yang menusuk jantungku,yang memisahkan aku darimu..
Tak ada yang memahami diriku..karenanya aku selalu merasa hampa..Tapi saat itu aku melihatmu..sebagai cahaya yang terus membimbingku. Aku selalu melihatmu..setiap aku melihatmu seakan kepalaku yang selalu tertunduk terangkat, rasanya tanganku yang selalu menciptakan kegagalan terasa hangat..di sampingmu aku hidup.
Tapi saat kau pergi cahaya itu hilang..kehangatan itu hilang..seperti kau yang meninggalkan diriku dan tak pernah kembali. Yang tersisa hanya gelap..cahaya itu memudar..aku tak dapat merasakan lagi kehangatan itu.. Tidak lagi..
Langganan:
Postingan (Atom)