Rabu, 07 Maret 2012

MAN CIKARANG BERBURU SAMPAH!!
     Demi menegakan kedisiplinan di MAN Cikarang seputar kebersihan, dewan guru mengutus seorang Sampah Buster untuk membasmi ketidak bersihan dan berbagai tindakan yang tidak berperikesampahan! Demi memproduksi siswa-siswi yang berkualitas tinggi dan anti sampah inilah Pahlawan Bertopeng! HAHAHAHAHAHAHA!!(PLAK). Yap berbagai tindakan dilakukan, salah satunya sidak dan pemberian sanksi bagi setiap kelas yang kedapatan ada sampah sekecil dan sedikit apapun.
      Efek jera yang ditimbulkan cukup bagus, pasalnya setiap kelas yang sedang sial tidak lolos sidak, harus membersihkan seluruh lingkungan MAN Cikarang dengan tak beralas kaki! Tentu saja para siswa brigidig, mereka pasti tidak ingin pekerjaan mereka bertambah sehabis jam pelajaran usai, terutama bagi siswa/i kelas XII.
       Maka dari itu, dimulailah kebiasaan baru di sekolah yang serba hijau itu yaitu berburu sampah. Sikap paranoid muncul tiap kali sampah buster malang yang harus menjalankankan peran antagonis demi menggerakan siswa bernama Mr.Y berkeliling kelas dan mencari setitik noda yang dapat menjerumuskan satu kelas kedalam jurang hukuman.
       Bahkan sebelum sosoknya muncul, radar keberadaan Mr.Y milik anak-anak lansung aktif. Dan mereka langsung berteriak "Ada Pak Y!! Sampah! sampah! cariin!" dan anak-anak lain akan bereaksi dengan mencari kalau-kalau ada keberadaan benda menyebalkan itu di bawah meja mereka, tak peduli waktu dan tempat, para guru yang tengah mengajar sejenak atau mungkin selamanya mereka abaikan. Yah harap dimaklum para guru. Meski terkesan terpaksa tetap saja lambat laun meraka akan manambahkan kegiatan berburu sampah kedalam kegiatan sehari-hari mereka dengan senang hati, yah suatu saat, kita tunggu saja.
        Lucunya meski sudah sewaspada apapun..."Menara pengawas 1 lapor, tidak ada tanda-tanda dari Mr.Y!" "Bagus terus amati!" "Sampah cari sampah! nanti ada pak Y loh!"
tetap saja kalau sedang sial ada saja kesalahan baik satu maupun beberapa orang yang membuat para siswa kena hukuman. Dan saat itulah ajang bersih-bersih tanpa sepatu dimulai..... "Nah untuk kalian..hehehe.. bersihin WC  masjid sampai sana!" "HWUUUAAAAA????!!!"
Yap tapi kapan lagi coba? bersih-bersih tanpa kaki bersama teman-teman berbaju putih-abu dibawah ancaman 'Cici & Lala' si cacing tambang yang menunggu kaki-kaki telanjang itu menyenangkan loh!
Sekolah yang kuabaikan

        MAN Cikarang, tak pernah sedikitpun saat itu Gatot melirik tempat itu. Meskipun pernah beberapa kali ia melewati tempat itu tak ada apapun yang membuatnya merasakan 'sesuatu'. Pernah ditatapnya sejenak sosoknya yang cukup kumuh, MAN Cikarang tiga-empat tahun lalu, cat merah muda pudar menghiasi temboknya, pagarnya yang berkarat dan lapangan yang layaknya savana itu.. tak ada sedikitpun harapan yang membuatnya ingin tinggal.
        Tetapi hari itu, saat ia menerima tanda kegagalan untuk melanjutkan belajar di sekolah yang ia dambakan... entah kenapa nama MAN Cikarang yang tak sedikitpun membuatnya ingin tinggal kala itu, memanggilnya dengan pasti. Menjadi ombak pemandunya yang tengah kehilangan daratan. Dia sendiri yang menentukan, tanpa keraguan sedikitpun dan tanpa melirik pilihan yang lain, dia memutuskan untuk memasuki gerbang itu. Dia memutuskan untuk menjadi bagian dari persfektif yang ia abaikan saat itu.
        Dia mencoba memasuki presfektif yang begitu kuat menariknya saat itu, tempat yang sekarang benar-benar membuatnya merasakan 'sesuatu'. Masing-masing orang memiliki hak untuk menantang macan, terserah pada orang itu untuk hidup tanpa menggunakan hak tersebut atau tidak. Dan saat itu entah kenapa dia begitu yakin, bahwa MAN Cikarang akan menggunakan haknya.
        Dia memasukinya dengan berusaha percaya bahwa dirinya akan berkembang bersama MAN Cikarang ini, bahwa presfektif itu nantinya akan bercahaya dan menjadi 'sesuatu'. Tahun demi tahun berlalu, dia hidup dalam lingkaran persfektif itu, yang terus memberinya banyak hal. Teman-teman dan menjawab harapan yang dititipkan anak itu perlahan-lahan bahwa MAN Cikarang adalah yang terbaik untuknya. Tidak setiap hari, tapi MAN Cikarang terus mendaki dan suatu saat akan mencapai puncak, yang sampai saat ini tak dapat diraih olehnya seorang diri.
        Waktu kian berlalu, tak terasa waktunya sebagai bagian dari persfektif itu kian menyempit.  Dia sudah berjalan bersama dengan persfektif itu dalam waktu yang lama namun juga singkat. Dalam waktu itu pula harapan yang dipercayakan pada MAN Cikarang kian terpenuhi, sedikit demi sedikit. Kini bangunan-bagunan indah nan kokoh mulai terukir, MAN Cikarang terus bersinar dengan segenap prestasi yang ia capai, terus mendaki dan seperti yang ia pikirkan suatu saat akan mencapai puncak. Bukankah sekarang dia merasa kecewa? Bukan kecewa..tapi merasa mengecewakan. Tiga tahun yang dia lewati bersama lingkaran MAN Cikarang tak membuatnya menghasilkan apapun untuk persfektif yang menjawab harapanya itu. Dia tidak berjuang cukup keras, terkadang bahkan dia mengacaukannya. Hanya kata maaf didalam hati yang bisa ia berikan pada persfektif itu, dengan harapan dia bisa menjadi 'seseorang' dengan membawa nama MAN Cikarang suatu saat nanti. Terima kasih, sudah mengabulkan harapannya dan membuktikan kau layak jadi yang terbaik untuknya, MAN Cikarang.

Oretachi no jii-chan
pengalamanku ketika kakekku stroeke
 
Chapter 3 Terapi

                Hari-hari berlalu, kakekku berobat jalan dengan terapi gerak di rumah sakit, kami bahkan membeli kursi roda untuknya, namun belakangan kursi roda itu jarang dipakai dengan digunakanya walker  agar kakekku bisa belajar berjalan. Kursi roda hanya dipakai disaat-saat tertentu, seperti ketika dia mandi. Yang memandikan tentu saja nenekku dan bibiku, dan pernah sekali..... Ddai. “LAILLAHAILLALAAH!!!!!” jerit Ddai ketika tak sengaja melihat ‘burung’(ups) pelatuk kakekku. “a..apa?” tanya seisi rumah kaget, “KOK.. GEDE BANGET!!” jawabnya kemudian. Gedubrak , kalau di kartun aku pasti sudah jatuh kebalik. “Be..beneran Gatot! Punya Bima aja gak segede gitu!!” adunya padaku. “Ya iyalah! Bima itu masih kecil! Kan nanti tumbuh!” jelas ibuku setengah tertawa   “EEEEEH!! Berarti punya Gatot juga nanti jadi gede,bu???!!” lanjut Ddai masih kaget, aku kembali ingin jatuh terbalik, tapi aku juga tidak tahu kalau nanti jadi makin besar(PLAK). “Tentu saja, kalau kecil terus berarti dia shyndrom kinefelter!” jelas ibuku yang bidan dengan sabar. “Perasaan dulu punya ayah gak gede-gede amat...” Ddai bicara sendiri. Byuuuur, aku hampir tersedak “Kata siapa?!! Gede tahu!” sewotku “Lagian kapan kamu liat-liat yang begitu??!!” “Dulu waktu kecil.. Gatot juga liat,kan? Kan kita sama ayah terus ibu dulu suka mandi bareng..” “gak usah diperjelas! Kenapa kita jadi ngomongin itu sih??!”
  Seiring dengan terapi keadaanya kian membaik, aku dan Ddai ikut menemani beberapa kali, dan agak sedikit maju, kami bisa sedikit menghibur kakek. Seperti ketika kakek belajar berjalan di  ruang gym, saat itu kakek selalu menunduk, padahal itu tidak baik untuknya, suster terus mengingatkannya untuk melihat kedepan, tapi memang agak sulit membuatnya konsentrasi melebihi satu titik. Disaat itulah aku tanpa pikir panjang menunjuk kearah cermin dan berteriak “Bapung! Perhatikan! 2 + 2 = 5!” yang langsung membuatnya menatapku dan tertawa kecil sambil melanjutkan jalannya. “Tidak lulus!” sahut Ddai kemudian.
Diantara semua terapi yang paling mengasyikan adalah kalau Ilma dan Bima ikut, minus Gyna karena kalau dia ikut akan ada bencana(?). Hari itu , seperti biasa satpam rumah sakit swasta itu dengan ramah dan sigap menggendong kakekku yang cukup berat dan tinggi besar ke kursi roda, membuat aku dan ayahku yang letoi minder. Selanjutnya kakek didorong ke ruang terapi . Sementara ayah mengurus administrasi, aku dan yang lainnya menemani kakek. Biasanya kakek ‘dihangatkan’ dulu bagian tubuh yang lumpuhnya dengan alat yang aku tak tahu namanya, setelah itu baru mulai acara pijit-pijit dan akhirnya belajar duduk dan jalan. Prosesnya cukup lama, jadi terkadang kami yang menemani jenuh, ngantuk dan lapar. Tapi semuanya beda kalau kami lima bersaudara minus satu samadengan empat(plak) berkumpul.
Karena hari itu pasiennya kebetulan baru kakekku saja, kami cucu-cucunya yang buluk sibuk bercanda dikasur terapi lain. Dimulai dengan menirukan karakter-karakter dari anime One Piece yang sedang menjamur pada kami. “Kakak! Lihat nih,ceritanya aku Shirohige!” kata Bima menirukan kuda-kuda Shirohige saat hendak membuat gempa untuk menyelamatkan Ace dari eksekusi publik di teluk Marineford. Kami menunggu dengan sabar apa yang akan terjadi, dan selanjutnya kami mendapati sang bajak laut besar itu bukanya membuat gempa malah menari ala iklan axis(PLAK). “GYAHAHAHAHAHA” kami tertawa terpingkal-pingkal sambil membayangkan karakter kakek-kakek yang kami kagumi jadi OOC begitu, maklum aku dan Ddai adalah author fanfic humor, meski kami tidak bergabung dengan FFN dan belum pernah mempublish fic kami ke dunia maya.
Belum selesai disitu Ilma yang berpura-pura menjadi Marco langsung pura-pura(?) memegang mie goreng dan berkata “internet untuk rakyat” yang tak kutahu apa maksudnya. Ddai sebagai narator mengambil alih “Dengan tarian maha dahsyat Shirohige, Marinefordpun oleng, sementara Ace sweatdrop mendapati ayahnya jadi begitu...” Aku yang memanfaatkan kesempatan untuk jadi Ace, berpura-pura terikat dan dengan jawdrop berkata “A..ayah...” dan Ace gadunganpun mati karena tak sanggup melihat ke OOCan ayahnya. “wah ayah kumat...” komen Ilma yang masih berakting membleh ala Marco. “ceritanya tsunaminya dateng!” kata Ddai yang sudah kehilangan wibawa sebagai narator. Aku yang multifungsi berakting jadi angkatan laut yang kalang-kabut ada tsunami. Lalu Ilma tiba-tiba berkata kepada Bima yang masih membuat gempa dengan tariannya “TUNGGU AYAH!”  kamipun terdiam “Nanti mienya mubajir!” katanya seraya menyelamatkan mie abstrak tersebut. “GYAHAHAHAHAHAHAHA” gelak tawa kami tak tertahankan dan membahana di ruangan itu. “STTTTTT!!!” Geram makhluk yang tiba-tiba datang, yaitu bibiku yang otomatis membuat kami menelan tawa kami mentah-mentah.
Kamipun  tersadar dan beristigfar, inikan rumah sakit! Untung lagi sepi. Tapi beberapa saat kemudian setan kembali merasuki kami the buluk brothers. Dengan walker kakekku aku memeragakan cara berjalan aki-aki ala Spongebob. “ Nih, lihat cu.. aki lagi jalan...” kataku ala aki-aki tentunya, oh tuhan mudah-mudahan aku tak kualat.  Kami kembali tertawa meski dengan volume yang sedikit kecil. Ddai mengambil paksa walker itu dan berdiri di dalamnya ala seseorang yang sedang pidato kemerdekaan “Saudara-saudara sebangsa dan setanah air satu Indonesia!” katanya gagah. Kamipun ngedeprak dibawahnya dan dengan antusias mendengarkannya. Ilma dengan akting patriotisme terus menyoraki dengan penuh semangat “Ya! Ya!” . Ddai kembali melanjutkan pidatonya yang ngelantur  ”Kemudian daripada itu..saudara-saudara, untuk membentuk suatu  pemerintah yang mem....” “SSSSTTTTTTTTTTT!!!!! “ Geram bibiku lagi dan seperti tadi kamipun diam untuk sesaat.
Karena kesal dengan ulah kami yang main-main dengan walke, wanita itupun menyita walker itu berharap kami bisa diam setelahnya. Namun bukan kami namanya kalau bisa diam lama-lama.
“PLISS! JANGAN TINGGALIN AKU , MARCO!”
“ APA SUSAHNYA NGOMONG, ACE! SMS GAK PENAH! NELEPON GAK PERNAH!”
“AKU GAK PUNYA PULSA!!!”
“AKU GAK PUNYA RAMBUT!”
“ACE! JADI SELAMA INI... KAMU SELINGKUH?!”
“LUFFY!! TUNGGU LUF..”
“CUKUP, ACE! PULANGKAN SAJA AKU PADA KAKEKKU ATAU DADAN!!”
Kami bahkan menyisipkan doujishi Ace x Marco x Luffy pada sebuah iklan...dasar maaf Odachi.. ini hanya just for fun.. dan semuanya berakhir ketika bibiku benar-benar mencapai batas dan mengamuk kepada anak-anak buluk hasil tangan-tangan terampil kakak dan kakak iparnya ini... begitulah terapi kakek bukan hanya menjadi proses terapi baginya, tapi juga bagi penunggu setianya yang terapi stres dengan kegeloan-kegeloan yang mereka miliki.
Bersambung.

Oretachi no jii-chan
pengalamanku ketika kakekku stroeke
 
Chapter 2 Pria Gagah yang Membawa Sebotol Uang Receh
               
 Di kasur itu dia terbaring.. diam dengan nafas terengah-engah. Kami mengintipnya dari balik pintu dengan perasaan tak menentu. Aku bertanya pada ayahku setelah melampiaskan rindu sejenak “gimana bapung, yah?” pria berkaca mata itu menghela nafas sejenak “yah, sekarang sudah lebih baik...” jawabnya kemudian. ‘Lebih baik’ kalau kata-kata itu memang berarti sebagaimana artinya maka sebelumnya jauh, jauh lebih mengenaskan. Aku menyuruh adik-adikku yang menghalangi pintu untuk masuk, “sana sapa bapung!” seruku pada mereka. Merekapun masuk bergantian. Namun setelahnya keheningan terjadi, iini tak seperti hari dimana kakek dan nenekku datang berkunjung biasanya, yang selalu dipenuhi canda dan tawa, keisengan pria tua itu selalu membahana di rumah ini saat itu. Hari ini berbeda, segila apapun dan seganas apapun makhluk-makhluk kecil yang kusebut  ‘adikku’ itu, mereka tetap anak-anak yang perasaanya begitu halus, aura kepedihan yang terpancar dari sang kakek dan rasa iba terasa di kulit mereka, mereka ikut merasakan kesakitan sang kakek.
                Ilma, adik keduaku memberanikan diri membuka pertanyaan. “bapung gimana kabarnya?”  pria tua lemah itu terdiam sejenak, ingin, dia ingin menjawab, namun begitu kepayahan dalam berkata-kata. “.....” dia menjawab, menjawab dengan segenap kemampuannya, namun begitu sulit dimengerti, kami berlima tak ada yang mengerti gerendengannya itu. Tak menyerah dia mengatakannya lagi dan sama tidak jelasnya seperti tadi. “oh... iya iya..” ucapku meski masih tak paham, setidaknya itu yang bisa aku lakukan agar tak perlu mendengar penderitaanya. Begitu, inilah alasan mengapa ibuku menolak menelpon kami dan jarang sekali membiarkan kami berbicara dengan bapung. Dia bilang jika ibuku menelpon, kakek akan menangis, meratap dengan kata-katanya yang tak dapat dipahami, dan percayalah mendengarnya akan membuat hati kita lebih tersayat.
 Bulir-bulir air mata mulai berjatuhan di pipi Bima, meski laki-laki dialah yang paling sensitif diantara kami, begitu pula dengan Ilma, si galak yang cengeng ini mungkin menyesal telah bertanya. Sementara adik bungsuku Gyna yang masih balita malah pergi bermain, yah itu lebih baik, mungkin  atmosfer kamar ini terlalu berat untuk anak seusianya. “capek, ya pung? Udah sekarang istirahat ya.” Kataku lembut, aku mendorong Ilma dan Bima yang sedang banjir air mata keluar, aku takut kakekku akan ikut menangis. Sementara Ddai.. ya.. dia yang paling mirip denganku, dan aku tahu bagaimana perasaannya. Gadis itu menatap kakek sendu kemudian tatapannya berubah menjadi tatapan kesal, meski hanya tersirat. Tanpa menoleh lagi pada kakek dia keluar dari ruangan itu, dari sudut matanya dia menatapku sejenak, lalu benar-benar pergi. Dia tak ingin menangis dihadapan kakek, sikapnya yang seakan tak peduli itu sebenarnya upaya untuk menahan diri, dia lebih senang dianggap tak peduli daripada orang lain melihat kelemahannya, seperti itulah dia, kembaranku yang selalu menutup diri itu.
Ddai menatapku dari sudut matanya sejenak sebelum ia pergi, dan aku hanya membisu menanggapinya, dia menyematkan harapan padaku, menyematkan keberanian yang tak bisa ia sampaikan pada kakek kepadaku, berharap aku bisa menyampaikannya, tapi... akupun tak memilikinya, aku tak bisa menyampaikannya...
 Kakek, bagi kami kau adalah pria hebat yang begitu mengagumkan.
Maksudku, harusnya kau tahu bagaimana aku dan Ddai menggambarkanmu sebagai sosok heroik yang tegas dan berwibawa dalam cerita-cerita yang kami buat.
Melalui punggungmu yang kekar dan legam, yang dulu kau pakai untuk memanggul air dan dan padi.. kami cucu-cucumu bisa meraih kehidupan yang layak ini...
Tak peduli dengan lelah, kau biarkan kami menaiki punggungmu, kau tak merelakan punggungmu begitu saja untuk botol air dan berkarung-karung padi, kau selalu menyempatkan waktu untuk membaginya pada kami...
Terkesan tidak adil, tapi kami berdualah..cucu pertamamu yang puas mendapatkan semua itu. Kasihmu, tenagamu, waktumu... meski seiring dengan usia kau sempatkan untuk melakukan hal yang sama untuk mereka, tetap saja...sepertinya emasmu sudah kau beriakan pada kami..
Kami selalu ingat, kala kau datang dengan sebotol uang receh yang kau kumpulkan dan berikan secara Cuma-Cuma untuk kami dua bocah belia yang kegirangan bergelantungan di leher dan punggungmu..
Kamilah yang puas menikmati ketangkasanmu saat bermain kejar-kejaran bersama kami.. kami menikmati semua itu darimu...secara Cuma-Cuma...
Kini bukan hanya rapuh, kau yang begitu lemah sedang diuji dengan kesakitan dan kepedihan.. tapi..dengarlah hei pak tua yang membawa sebotol uang receh, apapun yang terjadi kau tetap kakek kami yang luar biasa! Jangan menyerah dengan ujian ini! Kau pasti bisa, karena kau adalah kakek kami....!
                Itulah untaian makna yang aku dan Ddai ingin sampaikan padanya, tetapi keberanian menghilang, lidah terlipat, akhirnya kata-kata itu hanya terucap di dalam hati membiarkannya hilang tak terdengar oleh siapapun. Menggantinya dengan wajah sendu dan berpaling darinya dengan jutaan penyesalan yang juga tak terdengar olehnya, kakek kami. “aku... tidak bisa mengatakannya... aku terlalu pengecut...” sesalku di hadapan Ddai yang sedang menyembunyikan air matanya. “ tidak ada bedanya denganku,heh....” sindir gadis itu. Aku hanya tertawa mengiakan. “kata-kata kita.. takkan mengubah apapun... kita harus melakukan sesuatu untukknya...” ucap Ddai serius, aku terdiam sejenak lalu menjawab “ ......ya....”
Bersambung...


Oretachi no jii-chan 
pengalamanku ketika kakek stroeke
Chapter 1 Kakekku
                Matahari semakin turun namun sosok yang ditunggu tak kunjung datang. Kami kelima anak buluk yang ditinggal orang tuanya selama seminggu penuh sudah mencapai batas kejenuhan. Dengan tatapan hampa menunggu kedatangan mobil avanza abu-abu yang biasa membawa orang-orang yang amat berharga bagi mereka. Kami tidak akan mendapatkan apapun saat mereka datang, kami tahu itu, namun setidaknya saat mereka ada kami merasa lega, lega sekali. Dan sekarang detik-detik penantian terasa semakin panjang.
                Aku, Gatot, sebagai anak tertua selalu kehilangan wibawa disaat seperti ini, pasalnya jangankan untuk menghibur adik-adikku, menghibur diriku sendiri saja tidak bisa. Aku tidak bisa menyembunyikan kecemasanku, dan itu terlihat jelas,hah dasar payah. Beruntung Ddai, kembaranku bisa di diandalkan, dia terus membuat adik-adik yang lain tertawa dengan candaan dan humor, begitu pula denganku.
Seminggu  yang lalu, dalam perjalanan pulang aku dan Ddai di kejutkan oleh pesan singkat dari ibuku bahwa ayah, ibu dan bibiku harus pulang ke Cilacap karena kakekku jatuh sakit. Pulang kampung dan meninggalkan kami anak-anaknya di rumah bersama dengan kerabat. Aku kaget dan kesal, apa lagi yang menimpa kami? Pasalnya belum lama ini orang tuaku juga harus tancap gas karena rumah kakek-nenekku tersambar petir, bahkan sampai mereka lebaran haji di sana. Kakek sakit apa sih? ......aku cucu yang jahat ya.... yah sempat aku kesal, maaf ya Bapung.. kadang aku khilaf... aku sadar mungkin kami sedang diuji,  ayah dan ibuku juga pasti begitu, mereka sedang diberi tugas untuk jadi anak yang berbakti. Hanya saja aku sedikit waswas kalau diberi tanggung jawab saat mereka pepergian, imajinasiku terlalu liar sehingga parno tingkat tinggi.
Ya, sudah seminggu setelah hari itu, ibuku bilang kakek, bapung jatuh karena hipertensi dan stoeke, hingga harus dirawat di rumah sakit di sana, kalau kondisinya memungkinkan dia akan dibawa kesini untuk pengobatan lebih lanjut. Dan hari ini rencananya mereka akan pulang, kami sedang menunggu dengan sabar. Akhirnya, setelah sekian lama menunggu, mobil avanza abu-abu muncul dan kami yakin itulah mereka. Dengan sigap aku dan Bima, adik laki-laki satu satunya membukakan gerbang. Kami memberi jarak untuk keluarnya mereka, pamanku yang bertubuh tinggi besar sudah stand by kalau harus mengangkat sesuatu, sedang kami yang bertubuh pas-pasan tahu diri dan menyinggir. Maka munculah ibuku dengan wajah yang diliputi peluh dan lelah, begitu pula penumpang yang lainnya. Ayahku meminta paman menolongnya membopong kakek ke kamar. Aku membuka pintu dan Ddai menghundle adik-adikku yang lain.
Aku lihat ayah, bibi, paman dan istrinya bersusah payah mengangkat kakekku, bahkan empat orang ditambah nenekku masih sulit, wajar kakekku orangnya tinggi besar.. makanya aku tak menyangka kalau sekarang pria bertubuh gagah dan perkasa itu harus terbaring lemah dan tak berdaya seperti itu.
Bersambung..